Menakar Seberapa besar Pengaruh Nöldeke (1836-1930) dalam Historiografi al-Qur’an
Selain teori kronologi dalam Geschichte des Qorans, apalagi yang Theodor Nöldeke sumbangkan untuk studi sejarah Islam secara umum? Inilah pertanyaan utama dalam artikel Karimi-Nia mengenai historiografi al-Qur’an pasca Nöldeke. Si penulis memperluas wawasan kita bahwa kontribusi seorang Nöldeke tidak terbatas pada topik kronologi al-Qur’an semata. Nöldeke, menurutnya, adalah sarjana orientalis paling berpengaruh dalam historiografi al-Qur’an secara umum.
Karimi-Nia memulai analisanya dengan menelurkan tiga hal yang menurutnya menjadi sebab kurangnya inovasi dalam kajian sejarah al-Qur’an di dunia Muslim (sebelum era Nöldeke) dan mengapa pemantik kajian serupa di dunia Modern harus dimulai dari Jerman. Pertama, Umat Islam selama berabad-abad, termasuk para sarjananya telah terbiasa dengan urutan al-Qur’an seperti yang ada sekarang dan cenderung menerimanya apa adanya. Kedua, Mereka sibuk mempelajari al-Qur’an sebagai sumber segala-galanya, untuk menggali nilai-nilai hukum dan teologi darinya. Ketiga, Ini berbanding terbalik dengan pendekatan Barat terhadap ilmu (apapun) yang sedari awal menekankan pentingnya kajian sejarah (termasuk dalam ilmu-ilmu ke Qur’annan).
Selanjutnya, ada delapan sub tema historiografi al-Qur’an yang di-highlight oleh Karimi-Nia: (1) turunnya al-Qur’an, (2) penanggalan kronologis atasnya, (3) perekaman dan proses preservasi kanon al-Qur’an, (4) pembukuan, (5) kajian manuskrip-masnuskrip, (6) variasi Qiraat, (7) perkembangan tulisan al-Qur’an termasuk tanda bacanya, (8) penerjemahan al-Qur’an ke selain bahasa Arab.
Di kalangan orientalis, kajian Nöldeke memantik munculnya karya-karya dari nama-nama besar seperti Arthur Jeffery (Materials for the History of the Text of the Qur’an, 1937), Richard Bell (Introduction to the Qur’an, 1953), J. Wansbrough (Qur’anic Studies, 1978), M. Cook dan Patricia Crone (Hagarism, 1979), R. Blachere (Introduction Au Coran, 1977), J. Burton (The Collection of The Qur’an, 1979), A. Neuwirth (Studien Zur Komposition der Mekkanischen Suran, 1980) dan C. Luxemburg (Die Syro-Aramaische Lesart des Koran, 2000).
Sementara dari dunia Muslim, kajian serupa juga tak kalah ramainya, seperti yang dicontohkan dalam karya-karya Musa Jarullah (Tarikh al-Qur’an wa al-Mashahif, 1905), Abu ‘Abdillah al-Zanjani (Tarikh al-Qur’an, 1935), Muhammad Abdullah Draz (terj. Introduction to the Qur’an, 1949), Subhi Salih (Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an, 1965), Abu al-Qasim al-Khu’i (al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, 1955), A. Thabataba’i (Tarikh e Qur’an, 1967), Abd al-Shabur Syahin (Tarikh al-Qur’an, 1966) dan Muhammad Ramyar (Tarikh e Qur’an, 1967). Yang paling “anyar” adalah Hadi Ma’rifah (Tarikh e Qur’an, 1996) dan Mehdi Bazargan (Sey-e tahawwul-e Qur’an, 1977).
Karimi-Nia dalam menyebutkan karya-karya di atas selalu mengaitkannya dengan kesarjanaan Nöldeke. Di sinilah letak kontribusi penting dari penelitian Karimi-Nia. Ia seperti merajut benang untuk menjadi sebuah “kolase” sejarah intelektual dalam historiografi al-Qur’an.
Satu hal yang perlu diantisipasi ketika membaca artikel Karimia-Nia adalah kecenderungannya untuk menonjolkan tokoh-tokoh dari Iran, tempat asalnya.
Di atas segalanya, Karimi-Nia berhasil meyakinkan pembaca bahwa memang benar, pengaruh Nöldeke jauh lebih besar dari apa yang kita duga selama ini.
How to cite this Article: Muammar Zayn Qadafy, “Menakar Seberapa besar Pengaruh Nöldeke (1836-1930) dalam Historiografi al-Qur’an”, studitafsir.com (blog), November 17, 2020 (+ URL dan tanggal akses)
Detil Artikel yang diringkas: Morteza Karimi-Nia, “The Historiography of the Qur’an in The Muslim World: The Influence of Theodor Noldeke (1836-1930). Edinburgh Uni Press, (2013).
Untuk “request” artikel (yang diringkas), sertakan komentar anda beserta alasan “request” di bawah. Sertakan juga email.