POTRET SOLIDITAS BIBLE DALAM TAFSIR SOERAT WAL-‘ASRI KARYA SITI CAHYATI
Oleh: Taufik Rahman
Al-Qur’an dan Bible dalam lensa kajian tradisional acap dinyatakan sebagai dua corpus yang saling berbenturan. Di antara argumen yang mewarnai perdebatan tersebut adalah adanya anggapan bahwa Al-Quran telah menghapus keberadaan Bible, di samping pendapat lainnya yang menyatakan bahwa Bible yang ada saat ini telah mengalami tahrif (falsifikasi).
Pandangan kedua ini memberi stressing bahwa isi teks Bible telah diubah atau dimanipulasi dari bentuk aslinya. Pemikiran seperti ini kerap muncul sebagai upaya menjelaskan distingsi antara ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan ajaran yang terdapat dalam Bible. Namun, penting untuk dicatat, bahwa pandangan ini tidak diakui atau diterima secara universal oleh umat Islam.
Beberapa intelektual Islam ada yang berpandangan bahwa Al-Qur’an dan Bible adalah dua kitab suci yang saling melengkapi. Di Indonesia, misalnya, pandangan ini dikemukan oleh Mun’im Sirry (Notre Dome) yang menyatakan hubungan Al-Qur’an dan Bible adalah harmonis, bahkan dengan nada puitis ia menganalogikannya laksana rindu tapi cinta; atau benci tapi rindu.
Dalam konteks tafsir, ditemukan beberapa mufasir yang berupaya menjadikan Bible sebagai referensi penafsiran Al-Qur’an, misalnya sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Barrajan (w.1141) dan Al-Biqa’i (w.1480). Di Indonesia, model penafsiran seperti ini termanifestasi dalam kitab Tafsir Soerat Wal-‘Asri karya Siti Cahyati. Akhmad Arif Junaidi dan Lutfi Rahman dalam artikelnya secara khusus membahas keterpautan Bible dalam tafsir Cahyati. Menurutnya, studi tentang karya-karya tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawa dan aksara Jawa yang menggunakan referensi dari kitab-kitab agama lain masih terlewatkan oleh perhatian para peneliti.
Mengomentari tafsir ini, Arif dan Lutfi menyebut Tafsir Soerat Wal-‘Asri sebagai potret tafsir yang unik dengan beberapa alasan. Pertama, tafsir ini ditulis oleh seorang mufassir perempuan yang dalam hal ini sangat jarang terjadi, terutama dalam konteks Jawa pada awal abad ke-20. Kedua, tafsir ini sangat istimewa karena menggunakan referensi ayat-ayat Bible untuk memperkuat argumen tentang kebenaran Islam. Penggunaan referensi-referensi Bible ini menunjukkan adanya hubungan akademik yang kuat antara penulis dan tradisi kekeristenan, yang secara intensif diperkenalkan oleh pemerintah kolonial melalui pendirian Sekolah-sekolah Seminari Kristen di Jawa.
Terkait biografi penulisnya, Arif dan Lutfi menyatakan tidak ada dokumen yang memberikan penjelasan rinci mengenai identitas sebenarnya dari Siti Chayati dan Suparmini, yang memperkenalkan dan mempopulerkan karya interpretasi yang luar biasa ini.
Berdasarkan apa yang tertera di dalam sampul bukunya, Siti Chayati berasal dari Tulungagung, Jawa Timur, dan aktif di Surakarta. Sementara itu, Suparmini adalah seorang aktivis Aisiyah, bagian dari organisasi Muhammadiyah yang fokus pada isu partisipasi dan advokasi perempuan. Suparmini juga dikenal sebagai jurnalis di Warasoesila, sebuah perusahaan surat kabar di Solo yang juga bertanggung jawab atas penerbitan tafsir ini. Meskipun bukan seorang penulis tafsir, peran Suparmini cukup signifikan dalam meningkatkan kualitas naskah ini dengan menambahkan catatan dan memberikan komentar agar tafsir Al-Quran ini lebih kontekstual dan relevan.
Memulai diskusi ini, Arif dan Lutif menyatakan pertama-tama terkait pentingnya untuk menyadari bahwa tidak ada masalah dalam menghubungkan Bible dan Al-Qur’an, sebab kedua kitab tersebut telah saling terkait selama berabad-abad. Menurut Wilt (2014), Bible dapat digunakan sebagai referensi akademik dalam berbagai bidang, seperti studi terjemahan, teori komunikasi, linguistik, studi budaya, studi Bible dan sastra, serta retorika. Dalam konteks ini, penggunaan Bible dapat membantu dalam menginterpretasikan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Di sisi lain, mengutip pendapat Kaltner dan Mirza (2017), ia menyatakan, selain sebagai sumber ajaran Kristen, Bible juga digunakan oleh umat Muslim sebagai sumber tafsir Al-Qur’an. Sejak zaman Nabi, banyak dari para sahabat menggunakan cerita-cerita Isra’iliyyat dalam menafsirkan Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat mengenai sejarah umat terdahulu. Penggunaan Bible sebagai sumber tafsir tidak hanya terbatas pada kitab-kitab tafsir klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir (w.1374), Tafsir al-Bagawi (w.1122), dan Tafsir al-Qurtubi (w.1273), tetapi juga terdapat dalam kitab-kitab tafsir modern.
Berdasarkan keterangan ini ditemukan setidaknya ada beberapa faktor yang melatari fenomena ini. Pertama, terdapat kesamaan antara Al-Qur’an, Taurat, dan Bible, khususnya dalam hal cerita-cerita para Nabi dan umat terdahulu. Kedua, metode yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam menyampaikan cerita bersifat global dan ringkas, sementara Taurat dan Bible lebih rinci dalam penjelasannya. Hal ini membuat penggunaan Bible sebagai sumber tafsir menjadi relevan dan bermanfaat dalam memahami pesan-pesan Al-Qur’an secara lebih komprehensif.
Dalam tafsirnya, Chayati menggunakan tiga Bible sebagai referensi utama, yaitu Injil Barnabas, Injil Matius, dan Injil Yohanes. Ketika menafsirkan QS. Al-‘Asr, tampak bahwa referensi Bible lebih sering digunakan dibandingkan dengan sumber lainnya. Hal ini di karenakan Chayati berusaha membangun hubungan antara surat ini dengan pemahaman tentang hari kiamat. Berikut contoh penafsiran QS, Al-‘Asr dalam redaksi aslinya:
Ayat ingkang kapindhah nerangaken supatanipun Gusti Allah. Perlunipun kaagem netepaken utawi ngekahaken dhawuh ingkang dumawah sak sampunipun supata wau. Kawuningana kathah sanget dhawuhipun Allah ingkang wonten ing alQuran ingkang dipun kawiti kanthi supatanipun. Milanipun Gusti Allah angagem supata mawi mangsa. Jalaran limrahipun para titiyang puniko sami kathah ingkang nyiyak-nyiyakaken mangsa. Ingkang wusananipun sami kapitunan anggenipun mboten ngalap manfa’at dhateng paedahipun mangsa.
Meskipun surat ini tidak secara langsung menyebutkan istilah seperti al-qiyamah, yawm al-hisab, yawm al-din, yawm al-ba’th, uniknya Chayati menghubungkan ayat ini dengan hari kehancuran alam semesta atau hari siksaan. Ia menggunakan kata khusr (kehilangan) sebagai titik awal yang memiliki makna dan konotasi yang dekat dengan hari kiamat.
Selanjutnya nuansa Bible mulai terlihat ketika ia mencoba menjelaskan tentang risalah Nabi Muhammad Saw di QS. Al-Ahzab/33: 40. Dalam menafsirkan ayat ini, Chayati merujuk pada Yohanes (16): 6-11, dengan menyatakan bahwa kerasulan Nabi Muhammad Saw telah diprediksi oleh Nabi Isa (Yesus Kristus) sebagai penolong alam semesta atau perantara umat manusia.
Selain merujuk kepada Injil Yohanes, Chayati juga menggunakan referensi dari Injil Matius, yang merupakan salah satu dari empat Injil tertulis dalam Perjanjian Baru. Dalam penjelasannya, Chayati lebih lanjut membicarakan kedatangan Nabi Muhammad setelah Yesus meninggalkan dunia dengan merujuk kepada Matius (7): 16.
Berdasarkan ayat-ayat Bible ini, Chayati menyoroti bahwa Nabi Isa (Yesus Kristus) telah menjadi saksi akan kedatangan seorang Nabi bernama Nabi Muhammad Saw yang akan menjadi Nabi sekaligus Rasul terakhir yang diutus oleh Allah Swt.
Kesimpulan dari tulisan Akhmad Arif Junaidi dan Luthfi Rahman mengenai penggunaan Bible dalam tafsir Chayati, adalah bahwa pendekatan Chayati dalam menghubungkan Bible dengan tafsir Al-Qur’an menunjukkan adanya hubungan antara dua agama tersebut. Chayati menggunakan referensi Bible sebagai sarana untuk memperkuat argumen dan menjelaskan kebenaran pesan-pesan dalam Al-Qur’an, terutama dalam konteks kepercayaan Islam.
Namun, terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Pertama, penelitian ini memiliki keterbatasan dalam eksplorasi sumber. Tulisan ini hanya fokus pada karya Chayati dalam tafsir Al-Qur’an dan tidak memberikan gambaran yang komprehensif tentang penggunaan Bible dalam tafsir Islam secara umum, baik pada periode klasik maupun pertengahan.
Selanjutnya, meski tulisan ini tampak memberikan pandangan positif terkait penggunaan Bible dalam tafsir Chayati, akan tetapi tidak ditemukan adanya eksplorasi tentang pandangan kritis atau alternatif terhadap pendekatan ini. Penambahan sudut pandang yang berbeda dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan seimbang dalam pembahasan ini.
How to cite this Article: Taufik Rahman, “POTRET SOLIDITAS BIBLE DALAM TAFSIR SOERAT WAL-‘ASRI KARYA SITI CAHYATI”, studitafsir.com (blog), Juni 18, 2023 (+ URL dan tanggal akses)