Lima Megariset Seputar al-Qur’an di Eropa: Menuju H-14 Konferensi “A Word Across Language” European Qur’an-UIN Yogya

Oleh: Mu’ammar Zayn Qadafy

 

Tren riset studi al-Qur’an di Eropa, selain bisa dilihat dari sebaran keahlian Professor dan staf pengajar di jurusan Studi Islamnya, juga bisa dipetakan dari keberadaan megariset-megariset yang salah satunya didanai oleh European Research Council (disingkat ERC), sebuah badan publik yang didirikan pada 2007 untuk mendanai riset ilmiah (di hampir semua bidang keilmuan) yang dilakukan di Eropa. Pemenang grant dari ERC akan mendapatkan suntikan dana dalam jumlah yang fantastis untuk membiayai rencana riset yang diajukan, termasuk di dalamnya memperkerjakan beberapa staf akademik, mahasiswa S3 dan periset post-doctoral, jika diperlukan.

Sejauh database ERC yang bisa diakses, terdapat lima megariset yang berkaitan dengan kajian atas al-Qur’an. Tulisan ini dimaksudkan tidak hanya untuk memetakan kecenderungan kajian al-Qur’an terkini di Eropa, tetapi juga untuk menginspirasi munculnya kajian-kajian yang serupa (utamanya dari segi “tema kajian” dan metodologi) dari para peminat studi Qur’an di Indonesia, syukur-syukur dengan didanai oleh stakeholder terkait.

Kelima proyek riset yang akan saya uraikan akan diurutkan berdasarkan besaran dana yang berhasil diamankan. Catat bahwa untuk mempermudah penamaan, ERC terbiasa memberikan akronim pada masing-masing riset.

1. VISIONIS (Visuality in the Qur’an and Early Islam), Hannelies Koloska, The Hebrew University of Jerusalem, 2021-2026, €1.500.000 (Rp. 26.508.067.695,-)

VISIONIS bertujuan untuk mengungkap hal-ihwal yang berkaitan dengan visualitas di era awal Islam, melalui rekonstruksi kemunculan Islam sebagai aktor aktif di era kuno akhir (late antiquity), sebuah paradigma mainstream bagi para pengkaji al-Qur’an di Barat saat ini. Koloska memiliki keterkaitan yang kuat dalam karir akademiknya dengan orientalis Jerman kawakan sekaligus penggagas pembacaan Al-Qur’an from below, Angelika Neuwirth.

Bagi Koloska dan tim risetnya, al-Qur’an adalah media yang turut mentransformasikan jenis pemahaman tertentu tentang makna visualitas kepada masyarakat Muslim di era awal. Visualitas yang dimaksud di sini adalah ide mengenai sesuatu yang bisa dipandang, utamanya berkaitan dengan karya seni. Ide ini, menurut Koloska, termasuk salah satu hal yang dihindari untuk dibahas dan dianak-tirikan oleh umat Islam yang membiasakan diri untuk “menjaga pandangan” dari melihat hal-hal yang menurut beberapa doktrin keagamaan tertentu, tidak pantas dilihat.

Tidak hanya teks-teks tafsir, karya-karya sastra, teologi, hukum, dan historiografi yang dihasilkan oleh para penulis Muslim sepanjang zaman juga menjadi korpus berharga mengenai bagaimana sebenarnya konsepsi tentang visualitas ini secara dinamis terus berkembang. Secara khusus, Koloska ingin mengembangkan perspektif holistik tentang penggunaan dan makna dari visualitas, praktik-praktik melihat, dan konsep-konsep indera penglihatan dalam budaya tekstual dan material Islam Awal.

Perlu dicatat, para pemenang grant riset yang didanai oleh ERC biasanya membangun website untuk proyek yang sedang dikerjakan, tak terkecuali Koloska. Sayangnya, URL yang dipakai berdomain di Israel, membuatnya tidak bisa diakses dengan mudah. Ini turut menjadi alasan ketidak-mampuan saya melacak perkembangan dan capaian-capaian proyek VISIONIS, yang akan resmi berakhir pada penghujung 2026 nanti.

2. QuCIP (Qur’anic Commentary: An Integrative Paradigm), Nicolai Sinai, Oxford University, 2018-2025, €1.777.962 (Rp. 31.394.477.555,-)

Para penikmat ulasan-ulasan terdahulu tentang buku yang diedit Sinai berjudul Unlocking the Medinan Qur’an pasti sudah tidak asing dengan ambisi besar sang anak emas Neuwirth ini. Faktanya, buku ini adalah salah satu bagian dari upaya Sinai untuk mensistematisasi kajian historis-sastrawi kritis atas teks al-Qur’an.

Baru-baru ini, Sinai juga telah menerbitkan buku referensi berjudul Key terms of the Qur’an: A Critical Dictionary. Di sana, ia menginventarisasi beberapa kata kunci dalam al-Qur’an dan memberikan penjelasan-penjelasan atasnya berbasis informasi dari tradisi Late Antique, yang meliputi namun tidak terbatas pada bahasa dan kebudayaan semitik kuno, tradisi syi’ir di Arab pra-Islam dan sinyalemen dari Perjanjian lama dan Perjanjian baru.

Klimaksnya, ia merencanakan di akhir 2025 untuk menerbitkan tafsir atas Surah al-Fātiḥah dan Surah al-Baqarah, yang ia klaim akan membawa pendekatan historis atas al-Qur’an ke level baru, yang sama sekali tidak terikat dengan riwayat-riwayat sabab al-Nuzul. Kritisme sejarah semacam ini yang lalu dipadu-padankan dengan analisa kesusastraan yang ia warisi dari Neuwirth adalah bentuk riil dari apa yang ia sebut sebagai Integrative Paradigm.

Menariknya, sebagai penerus Nöldeke, beberapa kali Sinai menyebut bahwa khazanah keislaman klasik, khususnya yang berkaitan dengan tradisi tafsir dan Qira’at tidak selayaknya ditinggalkan, melainkan harus secara kritis ditelaah dan diakomodir jika memungkinkan. Sampai tulisan ini ditulis, ada enam akademisi yang tergabung dalam tim QuCIP, masing-masingnya adalah: Marianna Klar (Oxford), Holger Zellentin (Tübingen)Nora K. Schmid (Oxford), Behnam Sadeghi, Saqib Hussain, dan Ohad Kayyam.

3. GloQur (Global Qur’an), Johanna Pink, Albert-Lüdwig Universität Freiburg, 2020-2025, €1.980.000 (Rp. 34.963.589.291,-)

Di urutan selanjutnya, terdapat nama Johanna Pink, supervisor dan mentor saya selama menempuh S3 di Jerman, yang mengepalai megaproyek bertajuk Global Quran. Proyek ini melihat terjemahan Al-Qur’an sebagai media utama yang digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk memahami kepercayaan mereka selama ini.

Pengetahuan yang mendalam dan terstruktur mengenai karakter dasar terjemahan al-Qur’an ini menjadi penting karena sejak awal abad ke-20, terjemahan Al-Qur’an telah diproduksi dalam hampir semua bahasa yang dibaca oleh umat Islam oleh berbagai aktor individu dan institusi yang melintasi batas-batas negara.

Johanna mengklaim bahwa proyeknya akan mampu melampaui dikotomi sederhana antara bahasa Arab dan bahasa ‘vernakular’ dengan menganalisis -dari perspektif historis- struktur pusat-pinggiran yang kompleks akibat penyebaran bahasa-bahasa Eropa seperti bahasa Inggris, Prancis, Rusia dan lain-lain. Di saat yang sama, GloQur berambisi untuk menjelaskan signifikansi linguistik, budaya dan agama yang dikaitkan dengan setiap produk terjemahan al-Qur’an, sehingga kesenjangan antara pendekatan filologis, historis, dan antropologis terhadap keterlibatan Muslim modern dan kontemporer dengan Al-Qur’an bisa dijembatani.

Yang selalu saya tunggu dari website GloQur adalah update seri terjemahan al-Qur’an dalam berbagai bahasa di dunia, yang sampai catatan ini selesai saya tulis, telah menyentuh angka 194. Cakupannya yang sangat luas, membuat website GloQur seperti ensiklopedia online yang terus berkembang dari sisi konten. Beberapa akademisi di Indonesia, seperti Jajang Rohmana (entry no 194) dan Ulya Fikriyati (entry no. 42) juga telah berkontribusi dalam proyek ini.

4. QurCan (The Canonisation of Qur’anic Reading Tradition), Marijn van Putten, Leiden University, 2023-2027, €1.999.888 (Rp. 35.313.543.035,-)

Qirāʿāt adalah bidang yang digeluti oleh tim QurCan. Isu utama yang ia angkat adalah problem sejarah, di mana kanonisasi atas variasi qirāʿāt ini tidak kembali ke zaman nabi Muhammad, melainkan pada abad ke-10 M, tepatnya di masa Ibn Mujāhid (w. 324/936). Di saat yang sama, menurut van Putten, terdapat ratusan manuskrip al-Quran dari masa sebelum kanonisasi yang terbentang setidaknya sampai awal abad ke-8 yang menggunakan diakritik untuk memberi petunjuk kepada pembaca. Tradisi-tradisi pembacaan pra-kanonik ini ia yakini akan mampy memberikan gambaran tentang pra-sejarah pembacaan al-Quran, sebuah topik penting yang belum banyak diteliti orang.

QurCan bertujuan untuk menggali sumber-sumber sejarah yang kaya ini untuk memahami seperti apa pembacaan Alquran sebelum ibn Mujāhid, bagaimana tradisi pembacaannya berkembang, dan bagaimana hal ini berujung pada kanon yang kita kenal sekarang.

Karena proyek ini baru berjalan, nampaknya van Putten belum membangun sebuah website untuknya. Kita masih menunggu temuan-temuan tim QurCan yang bisa jadi akan merubah pemahaman kita selama ini tentang Qirāʾāt. Yang jelas, salah satu dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Yogya (Ayub) sedang berada di Leiden dan menjadi bagian dari QurCan dengan risetnya mengenai Qirāʾāt dalam tafsir Muqātil Ibn Sulaimān (w. 767 M). Dengan senang hati, kita menunggu update dari Ayub mengenai temuan-temuan sementara QurCan.

5. EuQu (European Qur’an), Jan Loop (Copenhagen), John Tolan (Nantes), Mercedes Garcia-Arenal (Madrid), Roberto Totolli (Naples), 2019-2025, €9.832.534 (Rp. 173.803.190.082, -)

Jumlah dana yang luar biasa besar ini adalah karena megaproyek ini merupakan kolaborasi dari berbagai universitas di Eropa. Secara khusus, EuQu mempelajari posisi al-Qur’an dalam sejarah budaya dan agama di Eropa (c.1150-1850), dengan menempatkan persepsi orang Eropa terhadap Al-Qur’an dan Islam dalam lanskap agama, politik, dan intelektual yang terpecah-pecah dalam periode yang panjang ini.

Orang-orang di EuQu meyakini bahwa al-Qur’an memainkan peran kunci tidak hanya dalam interaksi polemik antara penduduk Eropa dengan Islam, tetapi juga dalam konfigurasi ulang epistemologis yang menjadi dasar modernitas di Eropa, dari Iberia hingga Hungaria. Al-Qur’an tertanam kuat dalam pemikiran politik dan agama di Eropa dan menjadi bagian dari khazanah intelektual orang Eropa Abad Pertengahan dan Awal Modern dari berbagai denominasi Kristen, Yahudi Eropa, para pemikir bebas, ateis, dan tentu saja Muslim Eropa.

Selama enam tahun, EuQu dicanangkan akan menghasilkan beberapa karya independen, sebagai berikut:

1. Sebuah basis data tentang Al-Qur’an Eropa, yang berisi informasi luas tentang manuskrip Al-Qur’an dan edisi cetak (dalam bahasa Arab, Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Eropa) yang diproduksi antara tahun 1143 dan 1800, serta data prosopografi tentang para pelaku utama yang terlibat dalam upaya ini (penyalin, penterjemah, dan penerbit).

2. Serangkaian publikasi: Tesis, monograf yang ditulis oleh para postdocs dan peneliti utama, terbitan khusus jurnal akademis, dan publikasi digital beranimasi untuk audiens yang lebih luas dan penggunaan pendidikan. Mereka akan membuat terobosan-terobosan penting di bidangnya, yang berhubungan dengan aspek-aspek transmisi, penerjemahan, dan studi Al-Qur’an di Eropa, tentang peran Al-Qur’an dalam perdebatan tentang identitas budaya dan agama Eropa, dan secara lebih luas lagi tentang tempat Al-Qur’an dalam budaya Eropa.

3. Sebuah pameran besar pada tahun terakhir proyek ini, “The European Qur’an” yang akan diselenggarakan di museum-museum di Nantes, London, Budapest, dan Madrid.

Saya pikir hanya ada satu kata untuk merespon misi ambisius EuQu ini: UNBELIEVABLE…!

Catatan Akhir

Sejauh survey ringkas di atas, kita menemukan pola-pola yang cukup variatif dalam megariset seputar al-Qur’an yang sedang berlangsung di Eropa saat ini.

Dari segi material, masing-masing menyasar genre tertentu dalam kajian al-Qur’an, mulai al-Qur’an itu sendiri (VISIONIS dan QuCIP), terjemah (GloQur), Qirāʾāt (QurCan), dan manuskrip serta cetakan modern al-Qur’an (EuQu). Bagi saya, fakta bahwa studi tafsir belum menjadi tema utama dalam riset tentang al-Qur’an di Eropa yang didanai ERC cukup mengherankan, mengingat banyak akademisi di sana yang sebenarnya memiliki concern besar dalam kajian ini. Ini adalah ironi sekaligus peluang.

Dari segi era yang dikaji, dua proyek (QuCIP dan VISIONIS) berkenaan dengan sejarah Islam awal dan hubungannya dengan Late Antiquity. Satu proyek (QurCan) merupakan kajian sejarah intelektual Islam di era pra-modern, dan dua proyek lain (GloQur dan EuQu) menitik-beratkan kajian pada penerimaan terhadap al-Qur’an di era modern, baik oleh orang muslim maupun non-muslim.

Para akademisi di Eropa masih mempertahankan kajian filologi klasik (old fashion philology) sebagai basis riset yang mereka lakukan, sebuah “kemewahan” tersendiri yang membuat banyak dari kita iri, mengingat model riset serupa bisa jadi tidak lagi banyak diminati oleh pemberi dana riset di tanah air.

All in all, catatan ini selain ditulis untuk mingin-mingini para pegiat studi al-Qur’an di tanah air akan besarnya sumber daya finansial yang digelontorkan ERC untuk riset-riset berbasis kajian sejarah intelektual murni atas al-Qur’an, ia juga ingin mengabarkan bahwa Roberto Totolli dan beberapa tim EuQu (yang proyeknya paling besar tadi), akan datang ke Yogya, tepatnya pada 2-3 Juli 2024. Di dalam konferensi yang di-sengkuyung Pascasarjana, IAT S1 dan Magister IAT Fakultas Ushuluddin ini, sang rektor akan berdialog dengan para pegiat studi Qur’an dalam konferensi bertajuk “a Word Across Language“.

“UNBELIEVABLE…!”

 

How to cite this Article: Mu’ammar Zayn Qadafy, “Lima Megariset Seputar al-Qur’an di Eropa: Menuju H-14 Konferensi “A Word Across Language” European Qur’an-UIN Yogya”, studitafsir.com (blog), Juni 18, 2024 (+ URL dan tanggal akses).

Share It :
Studi Tafsir
Studi Tafsir
Articles: 30

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Unknown