AIAT dan Pengarus-Utamaan Riset atas al-Qur’an dan Tafsir Berbasis Surah
Oleh: Mu’ammar Zayn Qadafy
Hegemoni Tafsir Tematik-Kontekstual
Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir berbasis surah belum mendapatkan perhatian yang signifikan dari para pengkaji Al-Qur’an dan Tafsir di Indonesia, khususnya yang terafilisiasi ke dalam Perguruan Tinggi Agama Islam. Salah satu alasannya adalah terlalu mendominasinya kajian tematik atas Al-Qur’an. Secara spesifik, maksud kajian tematis di sini adalah jenis kajian yang mengusung tema tertentu, lalu mengompilasikan ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap berkaitan dengan tema tersebut, sebelum dianalisa secara kesatuan, baik secara diakronik maupun sinkronik.
Meskipun kajian tematis atas ayat Al-Qur’an terbukti sangat efektif dalam mengkonstruksi teologi Qur’ani tertentu berkenaan dengan topik yang disasar, kajian ini memiliki implikasi tak terelakkan yang perlu diantisipasi, utamanya kemampuannya mengalihkan perhatian para peneliti dari elemen-elemen retorik dan sastrawi yang khas dalam setiap surah Al-Qur’an, dan dari keterkaitan setiap surah Al-Qur’an dari hal-hal yang berkaitan dengan masa antik akhir (late antiquity) seperti bahasa dan kebudayaan semitik kuno, syair-syair jahili dan biblical subtext.
Sangat mungkin, tafsir tematis mulai menjadi “primadona” dalam riset-riset di perguruan tinggi Islam pasca diterbitkannya Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (terbit 1996), karya mendiang Dawam Raharjo. Dalam ulasannya, Iwanebel menyebut empat alasan utamanya di balik menjamurnya kajian tafsir tematik di Indonesia: (1) secara pragmatis, mufassir tidak perlu bersinggungan dengan keseluruhan al-Qur’an, melainkan fokus pada tema yang ia tekuni, (2) disebut-sebut bisa meminimalisir subyektifitas mufassir, (3) dianggap lebih mampu mengungkap pesan al-Qur’an secara lebih utuh, (4) dianggap mampu memberi solusi praktis atas problem-problem aktual di masyarakat. Sayangnya, menurut Iwanebel, kebanyakan para praktisi tafsir tematis di Indonesia tidak “jujur” dalam menerapkan metodologi tafsir tematis yang ketat, sebutnya:
“Dari kedua tipologi ini (textual logic dan author logic), mayoritas penafsiran Maudhu’i yang ada di Indonesia mengikuti pola yang pertama, yaitu author logic, Al-Qur’an disesuaikan dengan isu-isu yang bergeliat dalam alam pemikiran penafsir. Sehingga struktur penafsiran lebih didominasi oleh refleksi penafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan topik tersebut. Ayat tidak dikerangkakan dalam kronologinya, namun ditempatkan pada alur dan logika pengarang. Tipologi inilah yang nampak dari produk-produk penafsiran Maudhu’i yang ada di Indonesia.”
Dua Perbedaan Utama
Kajian Al-Qur’an dan tafsir berbasis surah, dengan demikian, memiliki titik tolak yang berbeda dari kajian tematis (dengan definisi yang dimaksud di atas) yang selama ini berkembang. Jika yang kedua menganggap Al-Qur’an sebagai satu unit kesatuan, sehingga ayat-ayatnya saling merujuk dan saling menafsirkan, yang pertama mempersempit ide tentang kesatuan pada satu atau beberapa surah dalam Al-Qur’an, dengan keyakinan bahwa metode ini lebih mampu mengungkap banyak karakteristik di dalam Al-Qur’an yang tidak mampu diungkap oleh paradigma kedua.
Perbedaan kedua di antara pendekatan tematik-atomistik dan pendekatan berbasis surat adalah dari bagaimana proses “tafsir” bekerja. Dalam kajian tematik, yang merupakan produk berfikir para mufassir modern, menafsirkan Al-Qur’an berarti menjadikan Al-Qur’an sumber bagi perumusan ideologi tertentu yang dianggap perlu digali dalam merespon beberapa isu modern yang terus bermunculan. Baca ulasan kami mengenai hal ini di sini. Di sisi lain, kajian berbasis surah memahami proses tafsir sebagai usaha memahami dan mengungkap makna apapun yang mungkin terdapat dalam Al-Qur’an, tanpa terlalu risau dengan kompatibilitas makna tersebut dalam kebutuhan masyarakat di era sekarang.
Dinamika Kajian Berbasis Surah al-Qur’an
Dalam rentang sejarah, kajian berbasis surah ini bukan hal baru. Ulama Muslim abad 19 mulai banyak melakukan tafsir Al-Qur’an berbasis surat, utamanya untuk merespon kritik orientalis mengenai ketidak-beraturan bahasan dan retorika Al-Qur’an. Ilmu tafsir klasik seperti munāsabah adalah salah satu cabang ilmu yang terus diperbaharui. Dalam hal ini, kontribusi al-Farāḥī (1862-1930) dan Aḥsan Iṣlāḥī (1904-1997) perlu diketengahkan. Kemudian, kesadaran mengenai riset berbasis surah ini mengkristal di paruh akhir abad ke 20 (pasca berkembang pesatnya strukturalisme).
Semarak kajian al-Qur’an berbasis Surah tampak dari beberapa kajian yang telah dilakukan, meliputi di antaranya:
Surat yang dikaji | Peneliti | Judul | Fokus Kajian |
Surat-Surat Makkiyyah | Michael Sells | Approaching the Qur’an: Early Revelation | Sastra, Struktur, Retorika |
Angelika Neuwirth | The Qur’an: Text and Commentary (Early Meccan Suras: Poetic Propechy) | Late Antiquity, Struktur, Kronologi | |
Michael Sells | A Literary Approach to the Hymnic Suras of the Qur‘an: Spirit, Gender and Aural Intertextuality | Sastra, gender | |
Beberapa Surat madaniyyah | Nicolai Sinai, dkk | Unlocking the Medinan Qur’an | Sastra, struktur |
33 surat terakhir al-Qur‘an | Michel Cuypers | A Qur’anic Apocalypse: A Reading of the Thirty-Three Last Surahs of the Qur’an | Isi Kandungan |
Al-Ḥawāmīm | Islam Dayeh | Al-Ḥawāmīm: Intertextuality and Coherence in Meccan Suras | Intertekstualitas, koherensi |
1 (al-Fātiḥah) | Michel Cuypers | Une brève présentation de l’« Analyse rhétorique » dans le Coran L’exemple de la Fâtiha | Retorika, Struktur, sastra |
2 (al-Baqarah) | Marianna Klar | Text-Critical Approaches to Sura Structure: Combining Synchronicity with Diachronicity in Sūrat al-Baqara | Sastra, Kronologi |
Mathias Zahniser | Major Transition and Thematic Borders in Two Long Suras: Al-Baqarah and al-Nisāʾ | Isi Kandungan, Struktur | |
ke-3 (Alu ʿImrān) | Neal Robinson | The Dynamics of Sūrat Al ʿImrān | Sastra |
Mathias Zahniser | The Word of God and the Apostleship of Isa: A Narrative Analysis of QS. 3 | Kisah, intertekstualitas | |
ke-4 (al-Nisāʾ) | Joseph E. Lowry | ‘A Guide to the Legal Material in Sūrat Al-Nisāʾ | Materi Hukum |
Ke-5 (al-Māʾidah) | Michel Cuypers | نظم آي القرآن في ضوء منهج التحليل البلاغي | Retorika |
ke-8 (al-Anfāl) | Karen Bauer | ‘Emotive Rhetoric, Plot, and Persuasion in a Jihād Sura | Sastra, Retorika |
ke-10 hingga 15 | Walid Saleh | ‘End of Hope: Sūras 10-15, Despair and a Way Out of Mecca’ | Isi Kandungan |
ke-12 (Yūsuf) | Jawad Qureshi | Ring Composition in Surah Yusuf | Struktur |
Mustansir Mir | Irony in the Qur’an: A Study of the story of Joseph | ||
Ke-15 (al-Ḥijr) | Angelika Neuwirth | Referentiality and textuality in surah al-Ḥijr | Textual criticism |
ke-20 (Ṭāhā) | Michael Sells | ‘The Casting: A Close Hearing of Sūra 20: 1-79” | Isi Kandungan |
ke-23 (al-Muʿminūn) | Neal Robinson | The Structure and Interpretation of Sūrah Al-Muʾminūn | Struktur |
Anthony H. Johns | Sūrat Al-Muʾminūn: A Reading and Reflection’ | Isi Kandungan | |
ke-25 (al-Furqān) | Lauren E. Osborne | Textual and Paratextual Meaning in the Recited Qur’ān: Analysis of Performance of Sūrat al-Furqān by Sheikh Mishari Rashid Alafasy | Living Qur’an |
Uri Rubin | On the Arabian Origins of the Qur’Ān: The Case of Al-Furqān | Late Antiquity and the Qur’an | |
ke-26 (al-Shuʿarāʾ) | Sidney H. Griffith | The “Sunna of Our Messengers”: The Qur’ān’s Paradigm for Messengers and Prophets; a Reading of Sūrah Ash-Shuʿarāʾ (26) | Isi Kandungan |
ke-30 (al-Rūm) | Nestor Kavvadas | Defining Romas in the Late Antique Near East: Some Preliminary Thoughts on the Romans in Surat al-Rūm | Late Antiquity |
ke-36 (Yā Sīn) | M.A.S. Abdel Haleem | ‘The Core of the Qur’an: Sūrat Yā Sīn | Isi Kandungan |
ke-53 (al-Najm) | Nicolai Sinai | An Interpretation of Sūrat Al-Najm | Kronologi, textual criticism |
ke-61 (al-Ṣaff) dan 66 (al-Taḥrīm) | Gabriel Said Reynolds | Intratextuality, Doublets and Orality in the Qur’an, with Attention to Suras 61 and 66 | Intratextuality, sastra, late Antique |
ke-63 (al-Munāfiqūn) | Saqib Hussain | Q. 63 (Sūrat al-Munāfiqūn): A Text-Critical and Structural Analysis | Textual criticism, struktur |
ke-100 (al-ʿādhiyāt) | Soraya M. Hajjaji-Jarrah | The Enhancement of Reading: Sound, meaning and Expression in Surah al-ʿādhiyāt | Sastra, rima |
ke-113 (al-Falaq) | Afnan fatani | The Lexical Transfer of Arabic Non-Core Lexicon: Sura 113 | Sastra, Leksikografi |
ke-112 (al-Ikhlāṣ) | Zishan Ghaffar | The many faces of surah al-Ikhlās | Late Antiquity |
ke-112 (al-Ikhlāṣ), 113 (al-Falaq), 114 (al-Nās). | Shawkat M. Toorawa | ‘Seeking Refuge from Evil: The Power and Portent of the Closing Chapters of the Qur’an’, | Living Qur’an, Sastra |
Yang Spesial dari Annual Conference AIAT 2024
Pada annual meeting dan konferensi internasional AIAT se-Indonesia nanti (Kediri, 3-4 September 2024), akan dihadirkan tiga pakar yang memiliki peran penting dalam mengarus-utamakan model riset berbasis surat ini, yaitu Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Lc., MA (PSQ Jakarta), Prof. Nicolai Sinai (Oxford), dan Dr. Salwa el-Awa (Swansea), penulis Textual Relations in the Qur’an: Relevance, Coherence and Structure (dalam konfirmasi).
Quraish Shihab, sang mufassir Indonesia, telah turut memberikan kontribusinya dalam model kajian berbasis surat al-Qur’an ini. Di luar Tafsir al-Misbah dan beberapa karya tafsir tematis (Membumikan al-Qur’an dan Wawasan al-Qur’an) yang melambungkan namanya, Shihab telah menulis sebelumnya, sebuah karya tafsir al-Qur’an berbasis surat, berjudul Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir atas Surat-Surat Pendek berdasarkan Urutan Pewahyuan). Karya ini termasuk karya awal sang maestro, yang bisa menunjukkan kelihaiannya dalam memadu-madankan kajian bahasa Arab dalam wacana al-Qur’an dengan ragam ilmu Ulumul Qur’an tradisional berbasis tradisi. Karya ini bisa jadi merupakan karya yang mencerminkan diri Shihab sebagai seorang Azhari, karena sebagaimana pernyataan Syaikh Adh-Dhuwaini (Wakil Grand Syaikh al-Azhar) dalam kunjungannya ke Indonesia bulan Juni lalu, “tugas Azhari adalah menjaga tradisi warisan Turāth (termasuk ilmu Bahasa Arab) dan mengupayakan bagaimana turāth–turāth baru bisa muncul di setiap zaman“. Sayangnya, sebagaimana pengantar yang ditulisnya sendiri dalam Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Qur’an al-Karim tidak mendapatkan perhatian yang layak ia dapatkan dari komunitas Muslim di Indonesia, barangkali dikarenakan muatannya yang terlalu akademik yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang menekuni Kajian Tafsir al-Qur’an secara serius.
Melanjutkan semangat revitalisasi turāth dan Kajian retorika Bahasa Arab dalam Tafsir al-Qur’an al-Karim, Quraish Shihab akan menerbitkan karya baru bertajuk: Tafsīr Bayānī: Paradigma Bahasa dalam Kosakata Al-Qur’an. Judul Tafsīr Bayānī sekilas mengingatkan kita atas karya serupa dari ʿAishah ʿAbd al-Raḥmān, murid sekaligus istri dari penggagas pendekatan Bahasa dalam tradisi tafsir al-Qur’an modern, Amīn al-Khūlī. Dalam hal apa visi meneguhkan posisi al-Qur’an sebagai kitab sastra agung teresonansi dalam karya baru Shihab, dan sejauh apa ia mampu merubah peta kajian studi Qur’an di Indonesia yang terlalu berorientasi pada pendekatan tematik-kontekstual, dua hal ini perlu didiskusikan lebih jauh.
AIAT se-Indonesia menyambut gegap gempita, kesediaan Prof. Quraish Shihab untuk mengambil bagian dalam Annual Meeting di Kediri nanti. Di sela-sela launching buku terbarunya di atas, beliau diharapkan berkenan memaparkan bagaimana beliau menafsirkan satu surat al-Qur’an secara keseluruhan, berdasarkan materi-materi dari Tafsir al-Qur’an al-Karim dan Tafsīr Bayānī.
Kediri is calling…!
How to cite this Article: Mu’ammar Zayn Qadafy, “AIAT dan Pengarus-Utamaan Riset atas al-Qur’an dan Tafsir Berbasis Surah”, studitafsir.com (blog), Agustus 6, 2024 (+ URL dan tanggal akses)