Wajah Al-Qur’an di Internet (Review “The Qur’an and Internet” oleh Gary R. Bunt dalam “The Routledge Companion to the Qur’an)

Oleh: Nurfadliyati

Layaknya sebuah sumur yang tidak pernah kering, penggalian terhadap segala hal yang terkait dengan Al-Qur`an tidak akan pernah terhenti: kajian terhadapnya bersifat unlimited.  Di era modern yang yang serba digital ini, kajian terhadap Al-Qur`an menjadi satu ruang tersendiri yang begitu diminati. Adalah Gary R. Bunt, seorang profesor studi Islam di Universitas Wales, yang banyak melakukan kajian terhadap studi Al-Qur`an di internet. Karya-karyanya seputar aktivisme Islam di internet, misalnya: Virtually Islamic (2000), The Good Web Guide to World Religions (2001) dan Islam in the Digital Age (2003). Bahan revieu kali ini adalah karya terbarunya (2022) yang berjudul “The Qur’an and Internet” dalam “The Routledge Companion to the Qur’an.

Setidaknya ada tiga hal yang dibahas oleh Bunt: perkembangan Al-Qur’an digital, pendekatan kontemporer terhadap Al-Qur’an di Internet, dan pencarian makna secara digital.

Perkembangan Al-Qur’an Digital

Manifestasi Al-Qur’an yang dihadirkan dalam dunia digital (internet), dalam berbagai format dan aplikasi, memudahkan umat Islam untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an diartikulasikan dari waktu ke waktu, ke dalam bentuk terjemahan, tafsir, dan rekaman audiovisual. Ruang digital juga memfasilitasi laman analisis agama,  intelektual, politik, dan (juga) hukum, yang mencerminkan latar sosial budaya, bahasa, dan sejarah, saat Islam muncul dan berkembang.

Sajian Al-Qur`an di ruang digital bermula dari kemunculan website-website keislaman yang menjadikan  Al-Qur’an sebagai sajian utamanya. Sebelum berkembangnya browser grafis, file-file al-Qur’an ditransfer melalui internet. Di masa-masa itu, penyajian Al-Qur’an masih terbatas dalam bahasa latin, tidak dalam bentuk aslinya dalam bahasa Arab.

Bunt memberikan contoh awal untuk konteks ini, yaitu halaman utama peramban Al-Qur’an yang dibuat di Universitas Brown (USA) dan mencakup kotak pencarian atas posisi ayat-ayat, kata-kata, atau bagian kata yang bisa diambil dari tiga pilihan terjemahan Al-Qur’an. Adapaun Contoh lainnya bisa ditemukan di Universitas California Selatan yang menyajikan salah satu indeks Al-Qur’an yang paling awal, yang juga berbasis tiga karya terjemahan.

Menyusul kemudian, portal Humanities Text Initiative dari Universitas Michigan yang didirikan pada tahun 1994, memuat sajian Al-Qur’an yang dapat diakses berdasarkan terjemahan versi M.H. Shakir (w. 1939), di samping teks-teks keislaman lain. Situs ini menawarkan tingkat pencarian berdasarkan tema dan kata kunci yang dapat diakses melalui terjemahan. Sajian semacam ini sangat membantu bagi mereka yang ingin mengembangkan  pengetahuannya dalam wilayah keilmuan Al-Qur`an dan studi Islam.

Adapun di dalam perkembangan selanjutnya, perbaikan teknologi yang demikian ekstensif menjadi sebab meningkatnya interaktivitas dalam dunia digital. Fasilitas yang semakin mapan inipun langsung dilirik oleh beberapa otoritas keagamaan. Sebuah perusahaan di Mesir, Harf Information Technology, mengembangkan konten untuk kementerian urusan Islam Arab Saudi, yang meliputi wakaf, dakwah, dan bimbingan yang mengendalikan domain al-islam.com, yang merupakan basis data komprehensif tentang Al-Qur’an dengan terjemahan multibahasa dari aksara Arab dan bacaannya. Basis data ini dapat dicari berdasarkan subjek, nomor surah, juga nomor ayat. Website ini terhubung dengan website-website kementerian Saudi yang lain.

Selain itu, proyek perpustakaan Islam digital Ahlul Bayt (berafiliasi dengan syi’ah), pun ikut andil dalam menyemerakkan dunia internet. al-Islam.org, yang terdaftar di Minnesota, hadir memperkenalkan perspektifnya tentang kepemimpinan agama dan penafsiran Al-Qur’an dari perspektif Syi’ah. Terjemahan-terjemahan yang mereka sajikan dalam situs ini mencakup beberapa versi teks yang berbeda, yang utamanya mengacu pada terjemahan Marmaduke Pickthall (w. 1936) dan Abdullah Yusuf Ali (w. 1953).

Seiring dengan peningkatan teknologi dan literasi digital, diskursus yang terkait dengan Al-Qur’an menjadi lebih kreatif, utamanya sejak diperkenalkannya World Wide Web (www). Trend selanjutnya yang muncul adalah perpaduan antara produk konvensional (seperti CD-ROM, CD audio, rekaman piringan hitam, dan kaset) ke dalam bentuk digital. File-file ini (biasanya berformat mp3) lalu diunggah untuk kemudian diputar secara online.

Setelah melalui fase-fase ini, barulah kajian tafsir masuk ke dalam ranah digital. Di antara pioneernya adalah seorang pembaharu Muslim yang berpengaruh, Sayyid Abul A’la Mawdudi (w. 1979), yang tafsirnya dalam bahasa urdu dipublikasikan secara digital. Mawdudi menafsirkan ayat-ayat dan surah-surah tertentu, memperkenalkan konteks, detail historis, dan dimensi teologis Al-Qur’an.

Menurut Bunt, laman ini atau yang sejenisnya, merupakan cikal bakal dari masifnya pertumbuhan konten Al-Qur’an secara online. Di saat yang sama, mulai ada kompetisi finansial dan perebutan pasar dalam dunia penerjemahan al-Qur’an. Pasar didominasi oleh mereka yang dapat menginvestasikan uang, sumber daya, dan waktu untuk memproduksi halaman demi halaman. Menurut Bunt, otoritas-otoritas tradisional (seperti para pengajar di al-Azhar) lantas prihatin dengan kebenaran materi Al-Qur’an di media online tersebut, terutama yang dipublikasikan melalui media SurahLikeIt, sebuah laman yang mempromosikan pesan negatif tentang Muhammad dan kebenaran wahyu. Sayangnya di waktu itu Al-Azhar tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan respon yang terukur terhadap kemajuan teknologi tersebut

Kasus SurahLikeIt ini menjadi satu hal  yang mengkonfirmasi bahwa keberadaan Al-Qur`an di internet seperti pisau bermata dua: di satu sisi, manfaatnya luar biasa terasa; namun pada sisi lainnya, tidak ada kontrol dalam penggunaan internet, sehingga upaya-upaya untuk mendeviasi Al-Qur`an pun bisa eksis.

Pendekatan Kontemporer terhadap Al-Qur’an di Internet

Al-Qur’an sekarang disajikan melalui saluran media dan perangkat yang sesuai dengan perkembangan dan inovasi zaman. Tidak hanya melalui domain tertentu, Al-Qur’an sekarang bisa juga diakses dalam bentuk aplikasi yang bisa di-donwload melalui telepon seluler, yang terkadang juga dilengkapi dengan fitur pengingat waktu solat, pencarian masjid dan penentu arah kiblat. Pada perkembangan selanjutnya, aplikasi Al-Qur’an juga dilengkapi dengan pilihan audio tilawah tertentu disertai dengan terjemahan berbagai bahasa, serta kolom tafsir.

al-quran.info mencantumkan terjemahan dalam 47 bahasa, dari Albania hingga Uzbekistan. Ada 40 versi bahasa Inggris, mulai dari versi tahun 1734 oleh George Sale (w. 1736) hingga versi tahun 2012 oleh Talal Itani. Masing-masing mengikuti format yang sama, dengan versi bahasa Arab dan Inggris berdampingan. Versi online dari terjemahan mencerminkan edisi cetak yang sudah dikenal, seperti dalam versi bahasa Inggris dari A.J. Arberry (w. 1969), Ali, Pickthall, dan Muhammad Asad (w. 1962), dan lain-lain. Terjemahan-terjemahan yang lebih kontemporer, juga dapat ditemukan secara online. Situs Oxford Islamic Studies Online menampilkan terjemahan M.A.S. Abdel-Haleem, di samping terjemahan Arberry.

Dalam perkembangan selanjutnya, akses Al-Qur’an disediakan dalam format yang gratis dan premium. Seperti quranexplorer.com, yang menyediakan pembelajaran Al-Qur’an secara online, yang memiliki banyak tingkatan, mulai dari pemahaman dasar hingga tingkat lanjut.

Selain sisi positif yang disampaikan oleh Gary R. Bunt, ia juga menyampaikan sisi negatif  Al-Qur’an di Internet. Misalnya,  terjemahan Itani sebagaimana ditampilkan dalam websitenya,  ClearQuran, di mana versi bahasa Inggrisnya memiliki dua pilihan: “Edisi (A) menggunakan kata ‘Allah’ untuk merujuk kepada Sang Pencipta, sementara Edisi (B) menggunakan kata ‘Tuhan”. Terjemahan Itani dianggap “tidak sah” oleh Mufti Besar Dubai Dr. Ahmad Abdulaziz Al-Haddad pada tahun 2013, meskipun dia memuji usaha Itani untuk menyebarkan pesan Al-Qur’an. Namun menurutnya, niat upaya Itani salah tempat, dan menimbulkan lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Seharunya Itani tidak mempublikasikan karyanya sebelum disetujui oleh pemilik otoritas. Meskipun mendapat kritikan, itu tidak mencegah keberadaan terjemah tersebut di internet.

Platform yang berorientasi politik juga menyajikan pesan-pesan mereka melalui sumber-sumber Al-Qur’an tertentu secara online. Dalam hal tafsir, karya Sayyid Qutb (w.1966) sangat penting dalam gerakan yang memiliki orientasi lebih terhadap reformasi. Tafsirnya yang terdiri dari 18 jilid In the Shade of the Quran, tersedia secara bebas untuk diunduh dalam berbagai bahasa.

Dalam kesimpulannya, Gary R. Bunt memberikan tanggapannya mengenai Al-Qur’an di Internet. Menurutnya, ada potensi kelebihan informasi ketika menjelajah banyak situs yang menyajikan informasi tentang Al-Qur’an, di samping terjemahan dan tafsir. Status penggunaan antarmuka digital sebagai sarana untuk mengakses Al-Qur’an bahkan diperdebatkan. Ada yang menganggap bahwa dari pengalaman membaca, tidak ada perbedaan antara membaca versi elektronik dan versi cetak konvensional. Pun demikian, keharusan bersuci ketika memegang mushaf  tidak berlaku dalam versi digital. Di atas segalanya, terintegrasinya Al-Qur’an ke internet merubah sikap dan perilaku manusia berinteraksi dengannya. Kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan media internet, jika tidak diantisipasi, bisa saja menjadi blunder yang justru menjauhkan umat Islam dari teks suci mereka, alih-alih mendekatkan.

How to cite this Article: Nurfadliyati, “Wajah Al-Qur’an di Internet (Review “The Qur’an and Internet” oleh Gary R. Bunt dalam “The Routledge Companion to the Qur’an), studitafsir.com (blog), September, 3, 2022 (+ URL dan tanggal akses).

Share It :
Studi Tafsir
Studi Tafsir
Articles: 80

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Unknown