Adnin Armas, INSISTS dan Penolakan Terhadap Kritik Sejarah al-Qur’an

Oleh: Bagas Maulana Ihza Al Akbar

Adnin Armas adalah salah seorang akademisi INSISTS (International Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization),  alumni IIUM serta dosen di ISID Gontor yang kerap menyoal campur tangan akademisi Barat dalam studi Islam. Bukunya berjudul “Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an: Kajian Kritis” dengan sangat gamblang mencerminkan sikap antipatinya tersebut. Di sana, Arnas menyebut berbagai karya para orientalis yang menurutnya manipulatif, mulai dari Leo III (717-741) hingga sekarang.

Pembahasan pada buku ini dibagi menjadi empat bab. Pertama, Armas menjelaskan kiprah orientalis Yahudi dan Kristen yang, menurutnya, sudah lancang mendiskreditkan al-Qur’an. Mereka, menurut Armas, bersikap antipati terhadap al-Qur’an dan menolak menganggapnya sebagai wahyu Tuhan. Orang-orang ini merasa tidak nyaman dengan sindiran-sindiran al-Qur’an di QS. 5: 72-73, 4: 157, dan 9: 30. Lantas, mereka menjadikan Bibel sebagai parameter dalam menilai kandungan al-Qur’an. Dalam hal ini, tegas Arnas, mereka cenderung menyalahkan berbagai kandungan al-Qur’an yang bertolak belakang dengan prinsip Bibel. Yang kedua mereka anggap berasal dari Tuhan, sementara yang pertama dari setan.

Sebagai contoh, Armas menyebut nama Johannes dari Damaskus. Kisaran 23 tahun usai terjadinya polemik antara Leo III dan Umar II, Johannes menyusun sebuah karya berbahasa Yunani pada 734 M, tentang sekte-sekte bid’ah. Satu di antaranya adalah Islam. Pada penjelasannya, Johannes tidak mengistilahkan orang-orang Islam sebagai muslim, melainkan Ismaelite (orang-orang anak keturunan Ismail). Ia juga menuturkan bahwa al-Qur’an merupakan graphe (kitab) dan Mamed (Muhammad) bukanlah Nabi. Al-Qur’an dianggap berisi kisah-kisah yang penuh dengan kebodohan (Idle Tales). Berbagai cemoohan ini dilandasi oleh kebencian Johannes terhadap al-Qur’an. Ia juga menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah berbuat tidak etis lantaran menikahi istri dari anak angkatnya dengan mengacu pada QS. 33: 37 (lihat juga review tentang pemikiran David Power terhadap pernikahan Nabi Muhammad dengan Zainab di sini).

Dalam pandangan Armas, interpretasi Johannes terhadap ayat tersebut terbilang dangkal, lantaran ia tidak mengkaji lebih jauh kondisi sebelum (sibāq), sesudah (liḥāq), serta ketika (siyāq) ayat diwahyukan. Johannes lupa bahwa tak ada seorang pun yang dirugikan dari pernikahan Nabi dengan Zainab ini.

Kedua, Armas mengulas bagaimana metode kritik historis kritis atas Bibel diimplementasikan dalam studi terhadap teks al-Qur’an. Dalam praktiknya, metode ini mencakup empat jenis kerja akademik: kritik teks (textual criticism), studi filologis (philological study), kritik sastra (literature criticism), kritik bentuk (form criticism), serta kritik redaksi (redaction criticism).

Kritik teks (textual criticism) menganalisa berbagai jenis teks untuk menentukan akurasinya. Upaya ini mencakup dua tahapan: mengedit (recension) dan memperbaiki (emendation). Teks yang sudah selesai diedit lalu dikaji secara filologis guna megungkap makna yang dikehendaki oleh pengarang teks. Studi ini tidak hanya mencakup kosakata, morfologi, ataupun tata bahasa, tetapi juga signifikansi dan aspek-aspek kesusastraannya. Setelahnya, dilakukan kritik sastra (literature criticism) atau biasa disebut dengan kritik sumber (source criticism), lalu kritik bentuk (form criticism). Puncaknya adalah teknik kritik redaksi (redaction criticism) guna mendalami latar belakang para penulis tersebut dalam menulis suatu materi tertentu. Semua teknik ini biasa diterapkan untuk studi Bibel yang merupakan materi-materi tentang Yesus yang beredar luas di masa penulis-penulis Bibel.

Ragam Kritik historis ini diterapkan dalam studi Qur’an oleh Christoph Luxemberg. Berdasarkan penelusurannya terhadap bahasa Syiria-Aramaik, ia menyimpulkan bahwa kata-kata yang sulit di dalam al-Qur’an bisa ditelusuri pada bahasa selain Bahasa Arab, yaitu bahasa Syiria-Aramaik. Lebih dari itu, Luxemberg meyakini bahwa ajaran Islam adalah nukilan dari tradisi Yahudi dan Kristen Syiria. Pun demikian, gagasan Luxemberg ini tidak luput dari kritik dari sesama orientalis, di antaranya Stefan Wild.

Ketiga, Armas menjelaskan kajian teks al-Qur’an oleh para orientalis. Melalui biblical criticism, para orientalis menyoal akurasi muṣḥaf ‘Uthmanī. Salah satunya adalah Arthur Jeffery (1892-1959) yang menulis edisi kritis al-Qur’an versinya. Edisi kritis al-Qur’an ini terbagi menjadi empat jilid: teks ḥafṣ sebagai tektus receptus, teks berbahasa Inggris, anotasi-anotasi sebagai komentar terhadap apparatus criticus, serta kamus al-Qur’an.

Keempat, Armas memaparkan studi kalangan orientalis tentang kosakata asing dalam al-Qur’an. Mereka merumuskan teori bahwa Nabi Muhammad tidak buta huruf, bisa menulis dan membaca. Hal ini sebagai justifikasi bahwa al-Qur’an merupakan karangan Nabi Muhammad. Contohnya adalah Nöldeke (1836-1930) yang mengemukakan bahwa sumber utama Nabi Muhammad dalam menyusun al-Qur’an berasal dari kalangan Yahudi. Tentu, basis argumen Nöldeke ini juga tidak luput dari kontroversi. (Lihat reputasi Nöldeke dalam kritik sejarah al-Qur’an di sini).

Pada intinya, lewat pemaparan empat hal ini, Armas menyoal sejauh mana studi Qur’an akan melenceng dari apa yang menurutnya jalan yang benar, menuju jalan yang ‘menyesatkan’. Ia, dan rekan-rekannya di INSISTS memang sedari dulu terkenal dengan suara yang lantang dan non-kompromis terhadap apapun yang datang dari ‘Barat’. Terlepas apakah kita setuju dengan misi kesarjanaan Armas dkk, karyanya patut diapresiasi dengan terus ditelaah dan didiskusikan secara serius, agar studi Qur’an di Indonesia tidak dimonopoli narasinya oleh mereka yang afirmatif terhadap kemegahan studi Qur’an di ‘Barat’.

Buku yang direview: Armas, A. (2005). Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.

How to cite this Article: Bagas Maulana Ihza Al Akbar,“Adnin Armas, INSISTS dan Penolakan Terhadap Kritik Sejarah al-Qur’an” , studitafsir.com (blog), November 11, 2021 (+ URL dan tanggal akses).

Share It :
Studi Tafsir
Studi Tafsir
Articles: 80

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Unknown